Makalah Ekonomi Islam


Makalah Ekonomi Islam





FAKULTAS SYARIAH
PRODI AHWAL AS-SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam literatur Islam, sangat jarang ditemukan tulisan tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam atau sejarah ekonomi Islam. Buku-buku sejarah Islam atau sejarah peradaban Islam sekalipun tidak menyentuh sejarah pemikiran ekonomi Islam klasik. Buku-buku sejarah Islam lebih dominan bermuatan sejarah politik.
Kajian yang khusus tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam adalah tulisan Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi yang berjudul  Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature dan Artikelnya berjudul History of Islamic Economics Thought . Buku dan artikel tersebut ditulis pada tahun 1976. Paparannya tentang studi historis ini lebih banyak bersifat diskriptif. Ia belum melakukan analisa kritik, khususnya terhadap “kejahatan” intelektual yang dilakukan ilmuwan Barat yang menyembunyikan peranan ilmuan Islam dalam mengembangkan pemikiran ekonomi, sehingga kontribusi pemikiran ekonomi Islam tidak begitu terlihat pengaruhnya terhadap ekonomi modern.
Menurut Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy pemikiran ekonomi Islam adalah respons para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-Quran dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka.
Pemikiran adalah sebuah proses kemanusiaan, namun ajaran Al-quran dan sunnah bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran Al-quran dan sunnah tentang ekonomi tetapi pemikiran para ilmuwan Islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al-quran dan Sunnah tentang ekonomi.  Obyek pemikiran ekonomi Islam juga mencakup bagaimana sejarah ekonomi Islam yang terjadi dalam praktek historis. Dengan demikian, tulisan ini hanya fokus kepada kajian historis, yakni bagaimana usaha manusia dalam menginterpretasi dan mengaplikasikan ajaran Alquran pada waktu dan tempat tertentu dan bagaimana orang-orang dahulu mencoba memahami dan mengamati kegiatan ekonomi juga menganalisa kebijakan-kebijakan ekonomi yang terjadi pada masanya.Jadi, cakupan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam tulisan ini ialahmenguraikan secara singkat mata rantai sejarah Pemikiran ekonomi islam sehingga tidak terjadi distorsi sejarah secara sepihak.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam dapat di bagi dalam tiga fase utama, yaitu :
Fase pertama, pemikiran-pemikiran ekonomi Islam baru pada tahap meletakkan dasar-dasar ekonomi Islam, dimulai sejak awal Islam hingga pertengahan abad ke-5 H/ 7-11 Masehi. Pada tahap ini pemikiran-pemikiran ekonomi Islam pada umumnya bukanlah dibahas oleh para ahli ekonomi, melainkan dirintis fuqaha, sufi, teolog, dan filsuf Muslim. Pemikiran ekonomi Islam pada tahap ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab turats (peninggalan ulama).  Dari turats itulah para intelektual Muslim maupun non-Muslim melakukan kajian, penelitian, analisis, dan kodifikasi pemikiran-pemikiran ekonomi Islam yang pernah ada atau dikaji pada masa itu. Pemikiran-pemikiran ekonomi yang terdapat dalam kitab tafsir, fiqih, tasawuf dan lainnya, adalah produk ijtihad sekaligus interpretasi mereka terhadap sumber Islam saat dihadapkan pada berbagai kegiatan-kegiatan ekonomi dan persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi masa itu.
Berikut beberapa pemikir ekonomi Islam pada fase pertama :
1. Zaid bin Ali
Zaid bin Ali berpandangan bahwa penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah, selama transaksi kredit tersebut di dasari oleh ‘aqd, atau prinsip saling ridho antar kedua belah pihak. Laba dari perkreditan adalah murni dari bagian perniagaan dan tidak termasuk riba. Keuntungan yang diperoleh pedagang yang menjual secara kredit merupakan suatu bentuk kompensasi atas kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu barang. Meskipun demikian, penjualan secara kredit tidak serta merta mengindikasikan bahwa harga lebih tinggi selalu berkaitan dengan jangka waktu, melainkan menjual secara kredit dapat pula ditetapkan dengan harga rendah, sehingga lebih mempermudah dan menambah kepuasan konsumen.

       2. Abu Hanifah
 Abu Hanifah meragukan keabsahan bai’-s-salam, karena transaksi tersebut dapat mengarah pada perselisihan. Ia mencoba menghilangkan perselisihan tersebut dengan merinci lebih khusus tentang apa yang harus di ketahui dan dinyatakan dengan jelas dalam akad. Ia menyatakan bahwa komoditi yang dijual harus tersedia dalam pasar selama waktu kontrak dan tanggal pengiriman yang telah disetujui.
Disamping itu Abu hanifah sangat memperhatikan orang-orang yang lemah. Ia tidak membebaskan wajib zakat pada perhiasan, sebaliknya ia membebaskan zakat bagi para pemilik harta yang terlilit hutang yang tidak sanggup untuk menebusnya. Ia juga tidak memperkenankan muzara’ah dalam kasus tanah yang tidak berpenghasilan apapun. Hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap tanah yang umumnya adalah orang orang yang lemah.

       3. Abu Yusuf
Tema pemikiran yang diambil oleh Abu Yusuf lebih ditekankan pada tanggung jawab penguasa. Ia lebih cenderung negara menyetujui jika negara mengambil bagian dari hasil pertanian, dari pada menarik sewa dari lahan pertanian. Dalam hal pajak ia telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas, yang pada kemuidian hari disebut dengan canons of taxation.  Prinsip-prinsipnya adalah  kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar kepada pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan adalah hal-hal yang ditetapkannya.
Ia menentang penguasa yang menetapkan harga. Ia berargumen bahwa hasil panen yang melimpah bukanlah alasan untuk merendahkan harga komoditi, dan sebaliknya kelangkaan komoditi tidak selalu mengakibatkan harga melambung tinggi. Pendapat ini didasarkannya pada observasi pasar pada saat itu. Namun sesungguhnya ia juga tidak menolak peranan pemerintah dalam penawaran dan penentuan harga.

Fase kedua, fase ini berlangsung dari abad 11- 15 M. Fese kedua ini disebut sebagai fase cemerlang dikarenakan peninggalan warisan intelektual yang sangat kaya. Pada masa ini para fuqaha, sufi, filsuf, dan teolog, mulai menyusun bagaimana seharusnya umat Islam melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi. Tidak hanya merujuk pada Al-Quran dan Hadist, tapi juga mulai mengemukakan pendapat-pendapatnya sendiri. Pemikiran tentang ekonomi pada masa ini diawali oleh Al-Ghazali.
Tokoh-tokoh pemikir Ekonomi Islam dalam fase ini antara lain sebagai berikut:
1. Al-Ghazali
Menurutnya, seseorang harus memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Seluruh aktivitas sehari-hari termasuk aktivitas dalam bidang ekonomi, harus dilaksanakan sesuai dengan syari’ah Islam.  Ghazali bisa menoleransi pengambilan pajak jika pengeluaran untuk pertahanan dan lain sebagainya tidak dapat tercukupi oleh kas pemerintah. Ia juga mengemukakan tentang pelarangan riba, karena hal tersebut melanggar sifat dan fungsi uang, serta mengutuk mereka yang melakukan penimbunan uang dengan alasan uang itu sendiri dibuat untuk memudahkan pertukaran. Secara garis besar, ekonomi dapat dikelompokkan menjadi : pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter, evolusi uang serta peranan negara dan keuangan publik.

       2. Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah membahas masalah perekonomian ditinjau dari segi sosial maupum hukum fiqh. Beliau telah membahas pentingnya persaingan dalam pasar bebas, peranan market supervisor dan lingkup dari negara. Dalam transaksi ia juga mensayaratkan kesepakatan antara semua pihak, kesepakatann ini harus berdasarkan informasai yang akurat dan memadai. Hal ini ditujukan agar transaksi menjadi lebih bermakna. Moralitas yang diperintahkan agama diharuskan tanpa adanya paksaan sedikitpun.  Sehingga dengan demikian syari’at bisa berjalan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Negara harus mempraktekkan aturan perekonomian yang Islami hingga para pelaku ekonomi melakukan transaksi-transaksi mereka dengan jujur dan ridho satu sama lain. Negara juga harus mengawasi pasar dari tindakan-tindakan merugikan yang memanfaatkan kelemahan pasar.

       3. Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun menekankan sistem pasar yang bebas, ia bahkan menentang intervensi negara terhadap masalah ekonomi dan percaya akan sistem pasar yang bebas. Ia juga membahas pertumbuhan dan penurunan ekonomi dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lain. Perkembangan dan penurunan ekonomi dapat terjadi dengan faktor utama yaitu pemasukan dan pengeluaran negara yang kadang berimbang, dan kadangkala berat sebelah antara keduanya.
Ibnu Khaldun mengungkapkan analisisnya tentang perdagangan internasional dan hubungan internasional, bahwa adanya hubungan antara perbedaan tingkat harga antar negara dengan ketersediaan faktor produksi, sebagaimana dalam teori perdagangan modern. Penduduk merupakan faktor utama pendorong perdagangan dan perekonomian internasional. Jika jumlah penduduk besar maka akan terjadi pemerataan tenaga kerja sesuai dengan keahlian masing-masing, sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya surplus dan perdagangan internasional. Pembagian tenaga kerja internasional akan lebih bergantung pada keahlian masing-masing individu dari pada natural endowment.
Emas memiliki nilai dan fungsi yang amat penting dalam perekonomian, sebagaimana ia nyatakan “Tuhan telah menciptakan uang logam mulia, emas, perak, yang dapat digunakan oleh manusia untuk mengukur nilai dari suatu komoditas” . Tetapi Ibnu Kholdun juga memperkenankan mata uang kertas, dengan syarat pemerintah wajib menjaga stabilitas nilainya
Fase ketiga, disebut juga stagnasi, Fase  ini dimulai pada tahun 1446 M hingga 1932 M. Salah satu penyebab kemerosotan pemikiran ekonomi Islam pada waktu itu adalah asumsi yang mengatakan bahwa telah tertutupnya pintu Ijtihad. Namun demikian masih terdapat gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist. Para pemikir yang terkemuka pada fase ini antara lain adalah :

       1. Muhammad Iqbal
Pemikirannya tentang ekonomi Islam lebih terfokus pada konsep-konsep umum yang mendasar. Ia menganalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan komunisme, kemudian ia menampilkan suatu pemikiran yang mengambil “jalan tengah” yang sebenarnya telah dibuka oleh Islam. Muhammdad Iqbal sangat memerhatikan aspek sosial masyarakat, ia menyatakan bahwa keadilan sosial masyarakat adalah tugas besar yang harus di emban suatu negara. Zakat dianggap mempunyai posisi yang stategis untuk mewujudkan keadilan sosial disamping zakat juga merupakan kewajiban dalam Islam.

       2. Shah Waliyullah
Menurutnya manusia secara alamiah adalah makhluk sosial, sehingga harus bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Kejasama ini juga berlaku pada bidang perekonomian seperti pertukaran barang dan jasa, mudharabah, musyarakah, kerjasama pengolahan pertanian dan lain-lain. Dia juga melarang hal-hal yang dapat merusak semangat kejasama sebagaimana Islam melarangnya, seperti perjudian dan riba. Ia menekanan perlunya pembagian faktor-faktor alamiyah secara merata, semisal tanah.
Untuk pengelolaan negara diperlukan adanya suatu pemerintahan yang mampu menyediakan sarana pertahanan, membuat hukum serta mempertahankannya, menjamin keadilan, serta menyediakan sarana publik. Untuk memenuhi semua ini negara membutuhkan income, salah satu income negara adalah pajak, namun pajak juga harus memperhatikan pemanfaatan serta kemampuan masyarakat membayarnya.

      
       B. Pemikiran Ekonomi Islam Mazhab Baqir as-Sadr
Cendekiawan yang menjadi pioneer dari mazhab ini adalah Baqir As-Sadr dengan bukunya Iqtishaduna (Ekonomi Kita) dan Ali Shariati. Menurut pendapat mazhab Baqir As-Sadr bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara ilmu ekonomi dengan islam, keduanya merupakan sesuatu yang berbeda sekali. Ilmu ekonomi adalah ilmu ekonomi sedangkan islam adalah islam, tidak ada yang disebut ekonomi islam. Menurut mereka islam tidak mengenal konsep sumber daya ekonomi yang terbatas, sebab alam semesta ini maha luas. Sehingga jika manusia bisa memanfaatkannya niscaya tidak akan pernah habis.
 Menurut mazhab ini bahwa ekonomi Islam merupakan suatu istilah yang kurang tepat sebab ada ketidaksesuaian antara definisi ilmu ekonomi dengan ideologi Islam. Ada kesenjangan secara terminologis antara pengertian ekonomi dalam perspektif ekonomi konvensional dengan pengertian ekonomi dalam perspektif syariah Islam, sehingga perlu dirumuskan ekonomi Islam dalam konteks syariah Islam. Pandangan ini didasarkan pada pengertian dari Ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya ekonomi (scarcity) dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas. Dalam hal ini mazhab Baqir As-Sadr menolak pengertian tersebut sebab dalam Islam telah ditegaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluk di dunia ini termasuk manusia dalam kecukupan sumber daya ekonomi.
Dalam perspektif ekonomi Islam bahwa perilaku ekonomi harus didasarkan pada kebutuhan (need) yang disandarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Sebagai seorang muslim tidak diperbolehkan untuk selalu mengikuti setiap keinginan hawa nafsu, karena bisa jadi keinginan itu justru akan menimbulkan bencana bagi kehidupan diri dan lingkungan sekitarnya. Demikian juga dalam aktivitas ekonomi bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang muslim harus disandarkan pada syariah Islam baik dalam aktivitas konsumsi, produksi maupun distribusi.
Moral ekonomi Islam yang didasarkan pada pengendalian hawa nafsu akan menjamin keberlangsungan (sustainability) kehidupan dan sumber daya ekonomi di dunia ini. Alokasi sumber daya ekonomi akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara bijaksana dan bertanggung jawab yaitu untuk menghasilkan barang dan jasa yang penting bagi masyarakat. Akan dihindari alokasi sumber daya ekonomi untuk hal-hal yang merusak dan merugikan kehidupan masyarakat seperti produksi minuman keras, narkoba, prostitusi, perjudian, bisnis pornografi dan pornoaksi, dsb. Sehingga tidak timbul kekhawatiran akan nasib generasi manusia yang akan datang, karena tiap individu melakukan aktivitas ekonomi dan pengelolaan sumber daya ekonomi yang didasarkan pada kebutuhan (need) yang berlandaskan syariah Islam bukan hanya sekedar mengikuti keinginan (want) yang tidak akan pernah puas.
Selanjutnya bahwa menurut mazhab Baqir As-Sadr persoalan pokok yang dihadapi oleh seluruh umat manusia di dunia ini adalah masalah distribusi kekayaan yang tidak merata. Bagaimana anugerah yang diberikan Allah SWT kepada seluruh makhluk termasuk manusia ini bisa didistribusikan secara merata dan proporsional. Potensi sumber daya ekonomi yang diciptakan Allah SWT di alam semesta ini begitu melimpah baik yang ada di darat maupun di laut. Jika dikelola dengan baik dan bijaksana niscaya semua individu di dunia dapat hidup secara layak dan manusiawi. Namun fakta membuktikan bahwa tidak semua manusia dapat menikmati anugerah Allah tersebut, sehingga masih banyak dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan sementara sebagian kecil lainnya bergelimang dalam kemewahan. Menurut mazhab Baqir As-Sadr untuk mewujudkan hal tersebut maka ada beberapa langkah yang dilakukan yaitu :
       1. Mengganti istilah ilmu ekonomi dengan istilah iqtishad yang mengandung arti bahwa selaras, setara dan seimbang (in between).
       2. Menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-quran dan Hadist.
      
       C. Pemikiran Ekonomi Islam Mazhab Mainstream
Mazhab mainstream memiliki anggapan bahwa perbedaan utama antara ilmu ekonomi konvensional dengan ekonomi islam adalah dalam hal cara mencapai tujuan. Mereka menyetujui tentang pandangan konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya keterbatasan sumber daya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas.  Dengan tetap memberikan pandangan kritis terhadap aspek – aspek normative dalam ilmu ekonomi, mahzab mainstream memfokuskan pada cara mengelola sumber daya yang terbatas dan keinginan manusia yang tidak terbatas.
Sesuai dengan namanya, maka mazhab mainstream mendominasi khasanah pemikiran ekonomi islam dikarenakan pemikiran mereka lebih moderat serta ide – ide mereka banyak ditampilkan dengan cara – cara ekonomi konvensional sehingga lebih mudah diterima masyarakat. Selain itu kebanyakan tokoh merupakan staf, peneliti, penasehat, atau setidaknya memiliki jaringan erat dengan lembaga – lembaga regional dan internasional yang telah mapan sehingga dapat mensosialisasikan gagasan ekonomi dengan baik.


       D. Pemikiran Ekonomi Islam Mazhab Alternatif
Mahzhab alternative mengajak umat islam untuk bersikap kritis tidak saja pada kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga terhadap ekonomi islam yang saat ini berkembang. Terhadap pemikiran Baqir As sadr mereka mengkritik bahwa langkah mereka justru tidak konstruktif dan esensial, sebab mereka berusaha menemukan sesuatu yang baru yang seringkali sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain, menghancurkan teori lama kemudian membangun teori baru. Demikian pula mazhab mainstream, ia tidak lebih dari pada pemikiran neoklasik dengan beberapa modifikasi, seperti menghilangkan riba, menambahkan zakat serta memperbaiki niat.     
Pemikiran ekonomi islam telah berkembang dengan pesat sejalan dengan upaya untuk implementasinya. Zarqa telah mengklasifikasikan konstribusi pemikiran ekonomi islam yang berkembang saat ini kedalam 4 kategori yaitu :
       1. Mereka yang banyak menyumbang pemikiran dalam aspek normative system ekonomi islam, menemukan prinsip-prinsip baru dalam sitem tersebut, atau menjawan pertanyaan – pertanyaan modern mengenai system tersebut.
       2. Menemukan asumsi – asumsi dan pernyataan – pernyataan positif dalam Al Qur’an dan As sunnah yang relevan bagi ilmu ekonomi.
       3. Terdapatnya pernyataan ekonomi positif yang dibuat oleh para pemikir ekonomi islam.
       4. Analisis ekonomi dalam bagian system ekonomi islam dan analisis konsekuensi pernyataan positif ekonomi islam mengenai kehidupan ekonomi.

       
       











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pemikiran ekonomi islam adalah respon para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-quran sunnah, ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Objek kajian dalam pemikiran ekonomi islam bukanlah ajaran tentang ekonomi, tetapi pemikiran para ilmuan islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al-quran dan sunnah tentang ekonomi.
Perkembangan pemikiran ekonomi Islam dapat di bagi dalam tiga fase utama, yaitu :
       1. Fase Pertama/ Fondasi (masa awal Islam)
Fase pertama ini merupakan fase dari abad ke-5 hingga abad ke-11 masehi. Fase ini juga di kenal sebagai fase dasar-dasar ekonomi Islam, banyak sarjana muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yag autentik.
       2. Fase kedua
Fase ini dimulai pada abad ke-11 sampai ke-15 M. Fese kedua ini disebut sebagai fase cemerlang dikarenakan peninggalan warisan intelektual yang sangat kaya. Para cendekiawwan di masa ini mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana kegiatan ekonomi yang seharusnya berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist.
       3. Fase Ketiga
Fase ketiga dari sejarah pemikiran ekonomi Islam adalah fase kemerosotan. Fase ketiga ini dimulai pada tahun 1446 M hingga 1932 M. Salah satu penyebab kemerosotan pemikiran ekonomi Islam pada waktu itu adalah asumsi yang mengatakan bahwa telah tertutupnya pintu Ijtihad. Namun demikian masih terdapat gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist.




DAFTAR PUSTAKA 

      Adiwarman, Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo     Persada,2006) ed  3.
        Al-ghazali, Ihya Ulum Ad-din, (Beirut: Dar An nadwah),  juz 2
        Arif Hoetoro, missing link dalam sejarah pemikiran ekonomi, (Unibraw: BPFE, 2007).
        Baqr As Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishoduna, ( Jakarta: Ziyad, 2008)
        Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010).
        Hulwati, Ekonomi Islam, ( Jakarta: Ciputat Press Group, 2009)
        Ibnu njaim, Al-Asbah wa Al Nazhair, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-ilmiah, 1980)
        Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2010).
        P3EI dan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Raja grafindo Persada, 2008).



Makalah Ekonomi Islam

1 Response to "Makalah Ekonomi Islam"